Back in Time; Bagian 7.2 – Kembali
Jaemin mengerti sekarang.
Jaemin adalah tempat Renjun pulang.
Benar kata Haechan, harusnya Jaemin menyadari itu.
Dengan cepat Jaemin berdiri dari duduknya dan tanpa menghiraukan noda tanah merah yang menempel di celana dan bajunya, Jaemin bergegas berlari meninggalkan makam itu.
Semakin cepat langkah Jaemin terayun, semakin hatinya pun gelisah.
Apakah ini akan berhasil? Jaemin sendiri tidak percaya diri.
Tapi, jika ini memang kesempatan untuknya, maka Jaemin tidak mau menyia-nyiakannya.
Dengan nafas terengah, Jaemin berhenti tepat di depan pintu apartment miliknya.
Jaemin tau, ini bukan tempat yang Renjun begitu sukai, tapi ke tempat inilah dimana Jaemin berada ketika Renjun mencari.
Maka, dengan sisa keyakinan yang ada. Jaemin memejamkan matanya, menggumamkan nama Renjun berkali-kali seperti yang orang itu minta hingga secara perlahan keringat dingin mulai membasahi keningnya. Sekujur tubuhnya terasa panas luar biasa.
Tidak. Tidak. Ayolah! Ini harus berhasil
Jaemin yakin disini setidaknya tempat yang akan Renjun singgah.
Tapi, jika perasaan tersiksa ini yang ia dapat.
Apakah bukan ini tempatnya?
Buka pintunya
Suara bisikkan itu secara samar mampir di telinga dan sedetik kemudian Jaemin membuka pintu di hadapannya.
**
Jaemin tersentak membuka mata dengan deru nafas yang memburu. Keningnya berkeringat, jantungnya berdetak begitu cepat. Dengan nafas terengah, Jaemin memandang sekelilingnya mendapati ruangan yang sungguh tidak asing yang tak lain adalah kamarnya.
Mimpi?
Perlahan ia angkat tubuhnya, duduk di atas kasur sembari mengusap wajahnya dengan kedua tangan.
Harusnya Jaemin tau kesempatan itu hanya bunga tidur untuknya. Mungkin Tuhan hanya ingin menghiburnya sejenak dari dukanya. Tapi, penghiburan macam apa yang masih meninggalkan bekas luka senyata ini?
Oh. Ayolah. Bisa tidak berhenti bermain-main sekarang? Jaemin lelah.
Jaemin turunkan kakinya menyentuh lantai, menopang wajahnya dengan kedua tangan sembari membuang nafas beratnya sekali lagi.
Sebelum sempat merutuki diri dan larut dalam pikirannya sendiri, sedetik kemudian pintu kamarnya terbuka. “Na Jaemin, berapa kali aku bilang jangan kebanyakan minum kopi—” dan Jaemin tersentak dibuatnya. “Kamu baru bangun? Ya ampun jam berapa sekarang?”
Ia tertegun.
“Jaemin? Kamu nggak kerja?”
Tuhan … suara itu … sosok itu … bagaimana bisa?
Rasanya seluruh kekuatan Jaemin yang sempat hilang, kini kembali masuk secara serentak memenuhi rongga dada. Rasanya seperti semua yang kosong di hatinya kembali terisi penuh lagi.
“Jaemin?”
Dengan cepat Jaemin bawa dirinya menarik tangan mungil yang selama ini ia rindukan, membawanya dalam dekapan erat. Begitu erat seolah jika dekapannya melonggar sedikit saja akan membuat kasihnya menghilang.
“Sayang … kamu gak apa-apa?”
Oh Tuhan. Suara itu.
“Renjun…”
“Iya?”
“Huang Renjun…”
“Iya aku Renjun.”
Air mata Jaemin secara serentak mengalir membasahi pipinya.
Tuhan. Apakah ini nyata?
“Renjun…,” Jaemin tarik nafas panjangnya. “Aku cinta kamu,” ungkapnya seiring dengan mengeratnya dekapan pada kasihnya.
Huang Renjun sungguh kembali.
Kasihnya benar-benar kembali.
**
© beyellowed