— Jaemren Oneshoot AU; Pukul Satu
“Tuh ‘kan.”
Renjun berkacak pinggang setelah Jaemin muncul di balik pintu kosnya malam itu. Sebenarnya, amarah Renjun udah di ubun-ubun daritadi, tapi setelah lihat Jaemin cengengesan di depan pintu, bikin Renjun sedikit luluh. Payah emang.
“Kamu tuh daritadi ngapain aja sih?” Setelah mempersilahkan Jaemin masuk, Renjun mengekor di belakang lelakinya itu.
“Aku udah bilang ‘kan tadi,” jawab Jaemin, dia baru aja lepasin jaket yang tadi dia pake selama perjalanan kesini biar gak kedinginan di motor. Jaketnya langsung dia lepas sembarangan di atas stand hanger Renjun tanpa beban, membuat baju-baju Renjun yang tadinya terlihat rapi, sekarang agak mengenaskan.
Renjun meringis, dengan cepat tangannya langsung meraih jaket Jaemin, mengaturnya di hanger lalu menggantungnya. “Kamu tuh, kebiasannya jelek banget siiiiih. Ini digantung yang bener kek.”
Belum selesai urusannya dengan jaket Jaemin, sekarang Renjun dibuat kesal lagi karena si Jaemin baru aja lepasin kaos kakinya sembarangan. Laki-laki itu langsung aja tiduran di kasur tanpa dosa membuat amarah Renjun kembali naik ke ubun-ubun.
“Jaemiiiiiin,” rengek Renjun, sejujurnya sekarang si Aries ini lagi berusaha agar suaranya nggak naik satu oktaf. “Bisa nggak, kamu tuh atur dulu kaos kakinya yang bener?” Dia membungkuk mengambil kaos kaki milik Jaemin yang sudah tergeletak nggak berdaya di samping meja, menaruhnya di tempat pakaian kotor dan kembali beralih pada Jaemin.
“Kamu darimana aja tadi?”
Jaemin menjawab sekenanya, “Dari rumah, yaaang.” Posisinya sekarang duduk di pinggir kasur seraya dua tangannya telentang, minta dipeluk.
“Terus tadi maksudnya apa nyelamatin dunia? Emangnya kamu pahlawan?”
“Iya dong.” Jaemin cengengesan lagi, “Kan, aku pahlawan kamu.”
Renjun memutar bola matanya. “Nggak lucu, tau.”
“Udah napa, marah-marahnya. Mending peluk aku aja nggak, sih?” Tangan Jaemin masih dianggurin sama Renjun, matanya yang daritadi dia tutup akhirnya mengintip sedikit karena dirasanya Renjun belum mendekat.
Renjun malah diem, masih berdiri di depan Jaemin sambil tangannya dilipat di depan dada. Udah malas.
“Ututututu.” Jaemin bergerak, tangannya meraih pergelangan tangan Renjun untuk didekatkan. “Peluk dulu sini peluk.” Atas perbuatannya itu Renjun luluh — lagi.
Renjun paling lemah kalau Jaemin udah mode kayak gini. Anaknya paling tau cara bikin amarah Renjun sirna. Berkatnnya Renjun jadi sangsi, dia sebenarnya segampang itu, ya, dirayu?
Tapi, jujur aja, nih, Renjun daritadi kangen sama Jaemin. Apalagi berapa hari ini, Jaemin sibuk banget sampe susah buat ketemu sama Renjun. Jadi, saat Jaemin datang lebih telat dari biasanya, Renjun jadi kesel. Keselnya ini udah campur aduk sama kangen, jadi kebawa marah-marah, deh. Biasalah, orang kalau kangen emang suka begitu ‘kan? Iya ‘kan?
Sambil duduk, Jaemin melingkarkan kedua tangannya di pinggang Renjun, pipinya bersandar di perut kekasihnya itu. “Nyaman deh, yang, meluk kamu gini.” Atas perkataan itu, semburat merah muncul di pipi Renjun. Malu.
Kalau udah kayak gini, mana bisa Renjun tahan gengsinya?
Mata Jaemin masih terpejam sambil sesekali diciumnya perut datar Renjun, lebih tepatnya dihirup sama dia. Hal biasa yang sering Jaemin lakukan, menghirup aroma tubuh Renjun kayak sekarang. Kata dia, aroma Renjun menenangkan. Jadi, kalau udah kayak gini, Renjun pasrah deh. Karena selain menenangkan, bagi Renjun ini juga menyenangkan.
Ah, kalau mode clingy-nya Jaemin udah aktif gini, Renjun nggak bisa marah lama-lama. Alias ini Jaemin minta disayang daripada dimarahin. Jadi, untuk sekarang seluruh kata-kata yang sudah dia susun tadi, buat marahin Jaemin, harus disimpan dulu untuk nanti. Kalau dia ingat, nanti bakal dipake lagi.
Perlahan tangan Renjun mengusap puncak kepala Jaemin. Mengatur rambutnya yang berantakan lalu kemudian ditepuk kepalanya pelan.
Kayaknya Jaemin-nya sekarang lagi capek.
Gerakan Renjun terhenti ketika secara tiba-tiba Jaemin mendongak. “Mending kita bobo aja nggak sih, yang?” Kemudian tangannya lepas dari pinggang Renjun, beralih memegang perutnya. “Aku lapar, deh.”
Renjun tergelak.
“Kamu sebenarnya ngantuk apa laper, sih?” Jaemin cuma nyengir.
Sebenarnya Jaemin nggak terlalu lapar, tapi tadi pas telinganya nempel di perut Renjun, dia denger suara keroncongan dari perut kekasihnya itu. Renjun pasti belum makan.
“Kita cari makan dulu, yuk?”
Tanpa aba-aba, Jaemin berdiri kemudian meraih jaketnya dan juga hoodie kesukaan Renjun yang kebetulan ada di belakang jaket Jaemin yang tadi.
Belum sempat Renjun protes, Jaemin langsung pakein hoodie yang tadi ke Renjun. Gayanya persis kayak lagi pakein baju ke anak kecil. Yang diperlakukan kayak gitu lagi-lagi cuma bisa pasrah.
“Nah, udah.”
“Jaemin, ini udah malam banget, lho.”
“Ya, nggak apa-apa,” Jaemin ambil kunci motornya yang tadi sempat dia lepas di atas meja. “Sekalian kita cari angin.”
“Emangnya kamu nggak capek?” Jaemin menggeleng cepat membuat Renjun sangsi, pasalnya mata Jaemin daritadi kelihatan banget capeknya.
“Udah, nggak apa-apa. Kita cari makan nggak lama kok.”
Renjun pasrah karena kalau udah kayak gini, Jaemin nggak bisa dinego lagi.
Baru aja Jaemin buka pintu, suara geledek menyambar seiring dengan hujan yang secara tiba-tiba turun dengan lebat seolah nggak mau merestui rencana Jaemin malam ini.
Dipandanginya halaman kos-kosan ini yang perlahan basah karena hujan. “Hujan, yang,” kata Jaemin di ambang pintu. “Nggak jadi pergi, deh, kita.” Jaemin berbalik menghadap Renjun yang udah nyenderin dagunya di bahu Jaemin, tadi dia ikut nengok keluar pas denger suara hujan.
Renjun memalingkan wajahnya sedikit menghadap Jaemin. “Kalau gitu, kita makan mie aja nggak, sih?”
“Kamu punya?”
Renjun mengangguk dan dengan begitu akhirnya sepasang kekasih ini menikmati pergantian malam mereka ditemani dua piring mie instan sambil berbagi cerita tentang apa yang mereka lakukan sepanjang hari ini, juga beberapa hal random lainnya. Mulai dari Jaemin yang menceritakan tentang aksinya menyelamatkan dunia sebelum dia kesini hingga bercerita perihal bukti-bukti bahwa alien sebenarnya ada di sekitar mereka serta mempertanyakan apakah sebenarnya dimensi lain itu ada atau nggak. Ini sih pemikiran Renjun, anaknya memang suka membahas hal seperti itu. Jaemin maklum.
“Lho kamu nggak tau? Aku ini sebenernya pangeran di dunia yang lain lho,” gurau Jaemin menanggapi segmen adanya dimensi lain yang tadi dimulai oleh Renjun.
“Ei, kamu aja nggak tau ‘kan, kalau sebenarnya aku itu penerus tahta kerajaan kamu?” Balas Renjun, lebih nggak jelas lagi.
“Wah, kalau gitu kita sodara dong?”
Renjun mengangguk-angguk, tangannya sibuk memutar-mutar mie dengan garpunya. “Bisa jadi.”
“Nggak bisa, nih.”
“Kenapa gitu?”
Jaemin memberi jeda sejenak, ia meneguk segelas air sebelum melanjutkan. “Kalau kita sodara, aku nggak bisa pacarin kamu dong?”
“Ya, nggak apa-apa. ‘Kan, itu di dunia lain.”
“Aku maunya sama kamu, mau disini atau dimana aja.”
Renjun bergumam sejenak, pura-pura menimbang-nimbang. “Ya udah. Aku nggak jadi penerus tahta aja kalau gitu.”
“Nah, bagus. Biar aku aja yang kaya, kamu jangan.”
Atas perkataannya itu, Renjun tergelak. Membawa pembicaraan mereka hingga pada pukul satu.
Pukul satu, Jaemin dan Renjun sudah berbaring nyaman sambil mendekap satu sama lain. Jaemin menenggelamkan wajahnya di dada Renjun, menikmati suara detak jantung kekasihnya itu yang sejak tadi berdegup menenangkan. Nyaman.
Renjun suka ketika Jaemin berada di pelukannya, terasa kecil padahal dia sendiri lebih kecil daripada Jaemin. Tapi, entah kenapa memeluk Jaemin seperti ini terasa menyenangkan.
Renjun suka ketika ia bisa dengan mudahnya mencium puncak kepala Jaemin, menghirup aroma shampoo dari rambut laki-laki itu yang entah kenapa wanginya selalu menjadi candu.
Dan Renjun juga suka ketika suara nafas Jaemin mulai terdengar teratur menandakan laki-laki itu perlahan terlelap. Beneran, hatinya jadi ikut tenang.
Pasalnya, Jaemin itu paling susah buat tidur. Kadang kalau Renjun udah tidur duluan, saat bangun di tengah malam, Jaemin masih terjaga sambil memandang Renjun. Saat ditanya kenapa belum tidur, Jaemin hanya menjawab kalau dia belum mengantuk.
Kadang saat keduanya sudah terlelap, Jaemin bisa dengan tiba-tiba bangun dari tidurnya membuat Renjun ikut terbangun, terkejut lebih tepatnya.
Maka dari itu, sekarang ketika Jaemin duluan terlelap, Renjun memutuskan untuk menjaga Jaemin, sebisa mungkin menenangkan laki-laki itu agar tidurnya jadi nyenyak.
“Jaemin,” panggil Renjun pelan, hampir nggak kedengeran.
Setelah dirasanya Jaemin udah tidur, Renjun menepuk pelan punggung Jaemin di pelukannya. “You did well. …” Jeda sesaat setelah Renjun merasa Jaemin agak bergerak. Hanya sepersekian detik sebelum akhirnya Renjun ulangi kata-katanya, “You did so well. Serius, aku bangga sama semua yang kamu lakuin kemarin, hari ini bahkan nanti.”
Atas apa yang Renjun sampaikan itu membuat pelukan di pinggang Renjun mengerat.
Ah, Jaemin-nya Renjun ternyata masih terjaga.
Perlahan Jaemin mengangkat wajahnya, bertatapan dengan Renjun yang pandangannya tidak lepas lelakinya itu. “Good night, Jaemin,” kata Renjun sambil tersenyum, ia kecup kening Jaemin sekilas.
Berkat perbuatannya, Jaemin merasa damai. Dikecupnya bibir Renjun, hanya sekilas tapi cukup membuat hati Renjun terasa penuh. “Good night, Renjun.”
Kemudian malam itu berlanjut dengan suara nafas teratur keduanya. Sambil mendekap satu sama lain, menjaga agar sang kasih terlelap dengan nyenyak.
**
beyellowed