teman tapi menikah; pelarian tanpa ujung
katakan Renjun gila.
beneran.
soalnya dia emang rada gila waktu Jaemin nggak ada.
nggak ada disini tuh, maksudnya si Jaemin itu beneran jauh dari jangkauan Renjun masalahnya.
padahal, biasanya kalo lagi butuh ditemenin, Renjun bakal telfon Jaemin dan laki-laki itu bakalan dateng secepat mungkin.
sekarang ... gimana?
padahal, biasanya kalo lagi pengen gangguin Jaemin, Renjun bakal ngikut ke manapun laki-laki itu berada dan habisin harinya disana sepuas mungkin.
sekarang ... gimana?
sejak Jaemin bilang dia bakalan lanjut S2 ke Inggris, hati Renjun nggak tenang.
beneran.
dan rasa nggak tenangnya makin menjadi-jadi setelah Jaemin pergi.
Renjun jadi lebih diem dari biasanya. lebih sering ngelamun dari biasanya, pun jadi lebih lambat ngerespon tiap ngomong sama orang.
kayak waktu itu.
“—acara tunangannya bisa di Bali aja kalo kamu mau—Ren?”
“ya?” mata Renjun mengerjap beberapa kali. “ya? gimana?” baru sadar dari lamunannya sendiri. perlahan noleh ke arah lawan bicara di depannya.
“you good?“
no.
nggak ayal Renjun tetep ngangguk. “i'm good.” sambil benerin duduknya, Renjun coba fokus lagi. “gimana?”
laki-laki di depannya—pacarnya—terlihat mendesah, lelah. “kok aku ngerasa nggak lagi sama kamu, ya, Ren?”
Renjun diem, coba pahamin kemana pembicaraan itu akan bermuara, nggak membela diri, pun nggak membantah,
“jujur—” pacarnya itu, buang nafas beratnya sekali lagi sebelum akhirnya kembali bicara. “—selama ini aku ngerasa kayak aku sendirian di hubungan kita, dan tadinya aku nggak masalah dengan itu, asal itu kamu, Ren. tapi, kenapa, ya, akhir-akhir ini aku makin ngerasa kesepian?”
ah. Renjun ketangkap basah juga akhirnya.
“kayak ... oke, aku bisa milikin kamu physically ... tapi, hati kamu—” nafas Renjun tercekat. “—hatimu sebenarnya buat siapa sih, Ren?
“sorry.“
“even buat siapin pertunangan kita juga aku rasanya beneran lakuin semua sendirian. aku doang yang excited. aku doang yang mau semua yang terbaik.”
Renjun tau. sebab sejatinya, Renjun nggak pernah pengen semuanya bermuara ke arah ini. tapi, sialnya, impulsif Renjun di hari kepergian Jaemin itu terpaksa bikin Renjun iya-in lamaran pacarnya.
keputusan bodoh, tentu aja.
selain menyakiti diri, pada akhirnya untuk kesekian kali, Renjun nyakitin orang lain lagi.
nggak seharusnya gue kayak gini terus.
“kayaknya ... kita nggak bakal berhasil, Damian.”
dan begitulah akhir dari hubungan Renjun. untuk kesekian kalinya, nggak berhasil juga.
kali ini bukan Haechan yang jadi alasan, tapi Na Jaemin.
Na Jaemin yang sekarang lagi beresin barang-barangnya di atas meja sambil mengoceh tentang hari-harinya, terlihat sibuk di seberang sana tanpa sadar kalau dari balik layar, mata Renjun nggak pernah putus merhatiin dia.
malam itu, Renjun yang memang nggak ada kesibukan apa-apa, memilih buat hubungin Jaemin lewat panggilan video. mereka ngobrol banyak hal kayak biasa.
“jadi...” Jaemin berdeham sebelum lanjutin aktivitasnya. “gimana acara pertunangan lo?”
Renjun bergumam sebelum balik lemparin tanya. “lo dateng nggak kalau acaranya di Bali?”
“oh, jadinya di Bali?”
Renjun ngangguk. “padahal tunangan doang, tapi udah kayak mau nikah aja bikinnya di Bali.”
Jaemin ketawa. “ya, bagus dong? lo bisa sekalian healing 'kan? dari pada tiap hari lo ngeluh mulu soal kerjaan lo itu?“
“iya sih, budak korporat kayak gue gini emang butuh healing.” Renjun benerin posisi tidurnya, ngadep ke kiri. “tapi, enakan ke luar negeri nggak sih?”
“kata gue, mending nanti di luar negeri pas nikah aja, kalo lo mau.” selesai dengan urusan beresin meja, Jaemin bawa tubuhnya, ambil posisi di atas tempat tidurnya, dia atur posisinya ngadep ke kanan. “kalo di luar, lo maunya nikah dimana emang?“
“Inggris aja nggak sih?”
“biar apa coba?“
“biar ada lo, lah,” jawab Renjun asal. “'kan gue jadi nggak repot beliin lo tiket buat dateng ke nikahan gue?”
“mending lo jauh-jauh deh, dari gue.“
tawa Renjun mengudara setelahnya.
hari-hari setelahnya pun berjalan kayak biasa. yang tadinya kalo pengen main, tinggal datengin tempat Jaemin, sekarang Renjun jadi lebih sering habisin waktunya di depan ponsel buat stay in touch dengan sahabatnya itu.
“bulan depan ultah lo, btw.”
Jaemin sontak lihat kalender di mejanya. “cepet banget udah mau Agustus aja?“
“udah 6 bulan lo ninggalin gue, nggak sadar apa lo?”
Jaemin cuma terkekeh. “nyusul makanya.“
“info loker dong? gue mau merantau.”
“gaya lo ngerantau. gak ada. jangan kesini pokoknya.“
“ya, emang kenapa sih?”
“lo udah mau nikah.“
“gue 'kan nikahnya disana?”
Jaemin hembusin nafas beratnya. “nggak pokoknya. jangan aneh-aneh lo.“
Renjun cuma ketawa. “lo mau hadiah apa nih, tahun ini?”
bergumam, Jaemin kelihatan mikir. “lo bahagia aja, udah,” katanya sambil natap Renjun tepat di mata. “dari pada sedih-sedih mulu, sebagai temen yang baik gue juga ikut sedih. makanya lo harus bahagia, biar gue juga bahagia.”
ada jeda cukup lama sebelum Renjun buka suara. “lebaaay.”
Jaemin lagi-lagi cuma ketawa.
“tunggu aja. ultah lo, gue kasih hadiahnya secara langsung.”
lalu setelahnya, Renjun beneran nekad bawa hadiah yang Jaemin minta.
Renjun beneran bahagia.
Renjun bahagia karena semua urusan dia selesai lebih cepat dari yang seharusnya.
Renjun bahagia karena semua persiapan dia buat pergi ke Inggris berjalan sesuai keinginan dia.
Renjun bahagia karena hari itu cerah.
Renjun bahagia karena pesawatnya berangkat tepat waktu tanpa ada drama.
Renjun bahagia karena tiba di Inggris dengan baik-baik aja.
Renjun bahagia karena kue ulang tahun yang udah dia siapin sendiri nggak lupa dia bawa.
hari itu berjalan lancar kayak nggak ada apa-apa.
dan Renjun beneran bahagia.
sampai akhirnya Renjun tiba di apartemen yang sempat Jaemin bilang ke dia. waktu itu, pintunya sedikit terbuka.
sekilas, Renjun pastiin kalau ini bukan alamat yang salah. sebelum akhirnya, dengan kue ulang tahun dan nyala lilin di tangannya, perlahan Renjun bawa dirinya masuk ditemani gemuruh dalam dada.
dan Jaemin beneran ada di sana, duduk di ruang tengah, lagi tutup mata.
Renjun kira kejutannya hari ini akan berjalan sebagaimana mestinya dan dengan keyakinan yang ada, Renjun bawa langkahnya lebih jauh lagi mendapati Jaemin kemudian membuka matanya, lalu tersenyum bahagia.
“yeaaaay!” seruan seseorang berhasil buat Renjun hentikan langkah. “happy birthday, Jaemin.”
dari tempat Renjun berdiri, Jaemin ada di depan sana sedang tertawa dengan seorang wanita.
harusnya, Renjun biasa saja.
harusnya, Renjun bahagia sebab Jaemin akhirnya punya seseorang yang temenin dia.
harusnya, Renjun langsung masuk aja dan bersikap kayak biasa.
tapi, detik berikutnya, Renjun balik arah.