teman tapi menikah; percikan api

Jaemin tuh, nggak pernah pacaran.

asli.

selama lima belas tahun kenal Jaemin, Renjun nggak pernah sekali pun ngeliat Jaemin punya kekasih hati.

ini serius.

sekali pun nggak pernah?

Renjun berani sumpah.

sekali pun beneran nggak pernah.

jangankan pacaran, punya temen deket selain Renjun, Jaemin nggak punya.

saking kemana-mananya bareng Renjun mulu, orang-orang bahkan pernah mikir kalau mereka lah yang pacaran.

bahkan kalau ada yang nyari salah satu di antara mereka, pasti ada aja yang jawab. “cari aja batang idung Renjun, kalau keliatan berarti di situ ada Jaemin.”

begitu pun sebaliknya.

dimana ada Renjun, di situ ada Jaemin.

atau…

dimana ada Jaemin, di situ ada Renjun.

kalo ada yang berniat deketin salah satu di antara mereka, pasti ada aja kabar burung seperti; “Renjun mah, pawangnya si Jaemin.

begitu pun sebaliknya.

deketin Renjun berarti harus berurusan sama Jaemin.

deketin Jaemin berarti harus berurusan sama Renjun.

begitu pikir mereka.

padahal aslinya nggak yang gimana-gimana, tuh.

jujur aja, nggak bisa dipungkiri, asumsi bahwa Jaemin dan Renjun merupakan sepasang kekasih ini cukup membuat Renjun sendiri risih karenanya.

bukan apa-apa, lebih tepatnya Renjun lah yang ngerasa Jaemin bakalan nggak nyaman karena itu.

selain itu, Renjun nggak merasa bahwa predikatnya sebagai kekasih Jaemin di mata orang-orang adalah sebuah hal yang harus disyukuri.

ya kali? Renjun? dan Jaemin? Pacaran?

memang sih, tiap kali ngomongin Jaemin sama orang-orang di sekitarnya, beberapa kali mereka bakalan lempar pertanyaan seperti; “lo udah sedeket itu sama Jaemin, kenapa nggak pacaran aja, sih? Jaemin se-ijo itu padahal.

justru itu.

justru karena Jaemin se-ijo itu, Renjun malah cukup tau diri buat nggak pacaran sama Jaemin.

jangan 'kan pacaran, deh. emang lo nggak pernah suka sama Jaemin?

ya, nggak lah.

Renjun juga cukup tau diri buat nggak suka sama Jaemin.

alias, emang pantes, ya, Renjun suka sama sahabatnya sendiri? Renjun punya apa emangnya?

kalau dipikir-pikir lagi, malah Renjun cukup bersyukur karena selama ini Jaemin mau-mau aja jadi sahabat dia yang nggak ada apa-apanya.

maka dari itu, demi matahin asumsi-asumsi orang tentang mereka, selama masa kuliah, selain nyelesaiin kuliah, Renjun jadi punya misi tambahan; bikin Jaemin bisa pacaran.

sama siapa pun, deh. mau cewek, mau cowok—asal Renjun kenal sama orangnya—siapa aja nggak masalah. yang penting Jaemin punya gandengan dan nggak recokin Renjun lagi.

dan demi kelancaran misinya itu, semua cara udah Renjun lakuin.

mulai dari ngasih nomor si ketua kelas—yang jadi incaran semua mahasiswa di kelasnya kala itu—ke Jaemin yang berujung nggak dihubungin;

ngenalin Jaemin sama sepupunya yang kebetulan waktu itu ketemu di acara keluarga, Jaemin ikut karena Renjun yang minta. terus Jaemin dan sepupunya itu sempat kenalan sebentar, tapi pas pulang Jaemin udah lupa sama namanya;

sampai ngatur kencan buta tanpa pernah Jaemin minta, berujung nggak pernah Jaemin datengin juga.

memang, sih, dari semua rencana Renjun, sekali dua kali, ada yang Jaemin iya-in. tapi, sama Jaemin nggak pernah diseriusin.

paling banter, cuma sekedar kenalan, chating-an beberapa kali, saling tegur sapa kalau nggak sengaja tatap muka, terus balik jadi saling nggak kenal lagi.

asliiii.

Renjun sampe bingung sendiri.

Jaemin itu ... apa, ya?

selama lima belas tahun mengenal Na Jaemin, sejujurnya Renjun nggak pernah bisa nebak isi kepala sahabatnya. sebab Jaemin selalu bertindak sesuka hati. tapi, satu hal yang Renjun tau pasti; Jaemin itu berambisi.

Jaemin selalu tau apa yang dia pengenin, apa yang nggak, apa yang baik buat dia dan apa yang menurutnya bisa bikin rugi. Jaemin juga punya tujuan yang terarah, punya rencana-rencana yang udah dia susun sedemikian rupa, sebab laki-laki itu selalu tau kemana dia bakal bawa kakinya melangkah.

mengenal Jaemin sejak SMA, nggak sekali pun Renjun bisa menggoyahkan pendirian sahabatnya itu.

Jaemin paling nggak suka melakukan hal-hal yang menurutnya buang-buang waktu, seperti; pergi ke tempat karaoke, bernyanyi dan berteriak layaknya kesetanan guna menyalurkan rasa sakit hati, pergi menonton konser artis yang ramainya udah pasti nggak bakal dia sukai, bahkan pergi ke club buat mabuk dan bersenang-senang sampai pagi, Jaemin nggak suka sama sekali.

seingat Renjun sih, Jaemin orang yang seperti itu.

dulu.

duluuuu banget. jauh sebelum Renjun mulai mengganggu hari-hari Jaemin pada tahun kedua di bangku kuliah.

Renjun yang rewel selalu punya seribu satu cara untuk membuat seorang Na Jaemin ikut serta akan segala kekacauannya.

meski begitu, ada satu hal yang nggak pernah Jaemin turuti dari segala permintaannya. yup, betul. nggak lain dan nggak bukan; Jaemin nggak pernah mau disuruh pacaran.

“lagian, kenapa gue harus buang-buang waktu dengan pacaran sama orang?” Jaemin balik bertanya. waktu itu, saat perjalanan pulang dari kampus, di boncengan Jaemin, Renjun bertanya dari balik punggung sahabatnya.

atas respon dari sahabatnya itu, Renjun bawa wajahnya mendekat ke samping telinga Jaemin. “ya, 'kan, setidaknya biar lo jadi punya seseorang buat nemenin lo ngabisin waktu lo yang berharga itu.”

atas perkataan Renjun itu, sejurus kemudian samar-samar kekehan Jaemin terdengar, sebelum akhirnya dia bilang, “gue nggak mau kayak lo—” wajahnya dia miringin dikit ke kiri. “—yang pacaran cuma buat buang-buang sisa waktu lo, yang padahal nih, ya, kalau dipikir lagi hampir semuanya udah lo dihabisin buat cinta sama Haechan.

sialan.

bisa nggak, sekali aja laki-laki itu nggak ingetin Renjun tentang mirisnya nasib dia karena udah habisin cintanya ke laki-laki yang salah?

tapi, dari pada itu, sekarang Renjun nggak lagi nyeritain kisahnya sendiri.

ini tentang Na Jaemin.

Jaemin yang Renjun kenal sebagai laki-laki yang selalu jaga pandangannya ke siapa aja—yang kalau nggak sengaja kontak mata sama orang, dia pasti nundukin kepala.

Jaemin yang Renjun kenal sebagai laki-laki yang selalu berusaha menghindar dari semua kontak fisik sama siapa aja—yang kalaupun terpaksa harus dempetan sama orang, dia pasti ngasih jarak biar tangannya nggak nyentuh mereka.

Jaemin yang Renjun kenal sebagai laki-laki yang tiap kali nyebrang jalan atau kalau lagi jalan kaki sama Renjun, dia bakal otomatis pasang badan di sisi yang paling dekat dengan arus kendaraan.

Jaemin yang Renjun kenal sebagai laki-laki yang selalu nurunin footstep motornya, bantu pakein helm dan kalau jok motornya lagi panas, dia bakal duduk di jok belakang dulu buat redahin panas dari jok motornya, biar pas Renjun naik nggak bakal kepanasan.

Jaemin is the greenest of all green flags Renjun has ever met

singkatnya; Jaemin sempurna.

selama lima belas tahun mengenal Jaemin, apa sih yang Renjun nggak tau dari laki-laki kelahiran bulan agustus, ber-zodiak leo, ber-golongan darah AB, nggak suka strawberry, tapi suka warna pink itu?

tadinya, dengan percaya diri Renjun bakal bilang; dia tau segalanya tentang Jaemin.

tapi ... bentar, deh.

“oh! hai!—”

siapa pula laki-laki yang sekarang berdiri di depan pintu rumahnya, hampir meluk Renjun kalau aja dia nggak segera sadar bahwa Renjun bukanlah orang yang dia cari.

“—ups, sorry,” katanya canggung, padahal tadi dia senyum kegirangan waktu Renjun buka pintu. laki-laki itu kemudian garuk tengkuknya sendiri. “gue kira Jaemin.”

kening Renjun hampir menyatu berkat penuturan laki-laki yang nggak dia kenal itu. alias, untuk kali ini, kenapa Renjun sebagai penyandang predikat sahabat baik slash suami slash ensiklopedia berjalan dari seorang Na Jaemin, nggak tau tentang ini?

“siapa?”

bukannya menjawab, laki-laki ber-tahi lalat di bawah mata sebelah kanan ini malah noleh kanan kiri, matanya memindai dinding rumah Renjun— “ini bukannya rumah Jaemin?” oke, ini emang rumah Jaemin.

“sia—”

“siapa, Ren?” itu suara Jaemin, suaminya muncul dari belakang kemudian melongok dari balik pundak Renjun.

“Jaemin!” butuh waktu sepersekian detik sebelum sempat Renjun cerna semuanya, tapi si laki-laki asing yang tadi, tanpa tedeng aling-aling meluk Jaemin yang baru aja berdiri di samping Renjun. “it’s been ages since we last met! omg! i miss you so bad!

apaan nih?

sejak kapan Jaemin punya teman selain dirinya—dan Haechan?

Renjun membatu di tempat. tolong dong, dia harus apa dalam situasi ini?

bukannya menghindar dari pelukan asing itu, kenapa sekarang Jaemin malah keliatan sumringah?

“gila, Jen! udah lama banget!” bales Jaemin, nggak kalah erat meluk orang asing itu.

Renjun ngangong-ngangong di depan pintu.

apaan nih?

selesai dengan sesi pelukan hangat, Jaemin akhirnya nawarin, “masuk dulu masuk.”

masuk?

dia jalan lebih dulu disusul sama orang asing itu. lupa kalau Renjun masih di situ, liatin mereka sampe akhirnya ngekor dari belakang.

situasi yang sekarang Renjun hadapi ini, disebut apa, sih?

Renjun bahkan nggak bisa buka suara sama sekali saking bingungnya.

bahkan sampai mereka duduk di ruang tengah, Jaemin ngobrol sama orang itu, Renjun dengan sendirinya cuma bisa mencerna dan dengan sendirinya, dia susun satu-satu kepingan puzzle di dalam pikirannya, mengumpulkan informasi perihal siapa orang asing yang terlihat akrab dengan suaminya.

dan dari pembicaraan mereka, kesimpulan yang dapat Renjun tarik adalah; orang itu Jeno namanya, udah lama tinggal di luar negeri, terus baru pulang setelah sekian lama, dari bandara dia langsung kesini karna katanya kangen banget sama Jaemin.

udah. itu aja.

sisanya Renjun nggak tau apa hubungan mereka.

mungkin ada lima menit waktu yang kebuang percuma sampai Jaemin sadar akan satu hal.

“eh, Jen!” serunya tiba-tiba, motong Jeno yang baru mau bicara. Jaemin yang dari tadi fokus sama si Jeno-Jeno itu akhirnya bawa pandangan dia ke Renjun. “kenalin, ini Renjun.”

satu alis Renjun terangkat, kemana aja lo?

si Jeno-Jeno itu, ngelirik ke arah Renjun sebelum akhirnya ulurin tangannya. “Jeno.”

udah. itu aja.

“Renjun,” balas Renjun nggak kalah seadanya.

Jeno cuma anggukin kepalanya beberapa kali. dia mundurin lagi badannya sampe nyender ke sofa. “roomate-nya Jaemin?”

excuse me???

apa katanya?

please, coba sebutin, siapa di dunia ini yang nggak tau kalau Renjun itu suami Na Jaemin?

this man had the audacity to act fucking clueless?

pada akhirnya, Renjun cuma ngangguk. seketika pengen tau, sampe mana permainan ini bakal laki-laki itu bawa. “yoi. salken, by the way,” jawabnya.

“dia temen gue dari kecil, Ren,” jelas Jaemin, berhasil bikin Renjun mendelik ke arah dia.

baru ngomong sekarang lo?

Jeno mendengus. “please lah, kita tuh udah lebih dari temen kali, Na.”

Na????

“parah! masa lo nggak anggap gue, sih?”

hah???

Jaemin remas dengkul Jeno. “lo jangan ngomong begitu.”

right in front of my salad???

“lah? kenapa? 'kan biar Renjun tau?”

memangnya apa yang perlu Renjun tau?

tentang Jeno yang sebelumnya nggak pernah Jaemin cerita?

atau tentang hubungan Jeno dengan Jaemin yang nggak pernah Renjun duga sebelumnya?

oh ayolah. kenapa pula rasanya kayak ada api tiba-tiba menjalar di dada?

Renjun, nggak suka.

**