teman tapi menikah; perkara baju dinas
cw // nsfw , kissing , making out , harsh words , sexual frustation , vulgar words
Renjun kepikiran.
asli.
perkataan Haechan beneran bikin Renjun kepikiran. apa maksudnya coba bilang kayak gitu ke Renjun? emangnya laki-laki gemini itu tau apa tentang rahasia ranjangnya dengan Jaemin? kenapa pula Haechan bersikap seolah-olah paling tau rumah tangganya dengan Jaemin?
nggak mungkin 'kan?
masa iya, Jaemin sering cerita ke Haechan?
Renjun tau betul, Jaemin nggak mungkin seember itu tentang masalah rumah tangga mereka. toh, ngapain juga Jaemin cerita tentang hal serahasia itu pada Haechan—yang notabene cinta pertama suaminya sendiri? kayak ... nggak masuk akal lah.
ya kaliiii.
Renjun aja nggak mau tuh, keliatan nggak pernah ngapa-ngapain sama Jaemin, apa lagi sampai Haechan tau? hell, BIG NO
mau taruh dimana muka Renjun? masa iya dia kalah sama mantan cinta sepihaknya itu?
jadi, nggak mungkin dong, ya, suaminya itu cerita ke Haechan tentang ini.
tapi, nih ya. kalo dipikir-pikir lagi, maksud perkataan Haechan tadi apa coba?
Jaemin? frustasi?
frustasi apa?
masa iya, sih?
Renjun gelengin kepalanya cepet-cepet sambil hembusin nafas beratnya. matanya yang daritadi nerawang nggak tau ngeliat apa, kembali fokus melihat kemeja putih Jaemin yang—wait.
sejak kapan Renjun pegang kemeja Jaemin???
udah gilaaaaa
“menurut gue, lo pake kaos ato kemeja Jaemin doang, ditambah celana pendek juga, gue yakin deh Jaemin pasti klepek-klepek.”
bajingannnn
iya. emang bajingan. bisa-bisanya pesan yang dikirim Haechan tadi tiba-tiba jadi bersuara di dalam pikiran Renjun. seolah laki-laki itu tengah mengisi voice over dalam kepala Renjun.
oh. ayolah. kenapa pula Renjun terlalu mikirin perkataan seorang Lee aneh Haechan itu?
kenapa pula kemeja ini bisa ada di tangannya?
kenapa pula Renjun sekarang terlihat begitu merana?
Renjun lempar kemeja putih Jaemin tadi ke atas kasur secara asal. nggak tau, ini Renjun harus merutuki dirinya sendiri atau gimana, Renjun juga nggak paham.
alias nih, ya, dia tuh daritadi ngapain, sih?
seingatnya, tadi sepulangnya dari studio, Renjun langsung ganti baju terus lanjut beres-beres, nyuci piring kotor sisa tadi pagi yang nggak sempet dia cuci, nyapu ruang tengah, terus belok ke ruang laundry buat angkat jemu—oh iya bener. kemeja Jaemin itu ada di tangan Renjun karena dia baru aja angkat jemuran.
nggak salah. nggak ada yang aneh.
sambil angguk-anggukkin kepalanya, Renjun raih lagi kemeja Jaemin yang udah kusut berkat dilempar sama dia.
beneran.
Renjun nggak ada pikiran kesana kok.
tangan kanannya sekali lagi gerak ngerapihin kemeja nggak berdosa itu, sambil tangan kirinya ngeraih hanger yang sempat jatuh di lantai, buat dikaitin ke kemeja Jaemin yang untungnya nggak kotor karena ulahnya sendiri. bisa-bisa nyuci lagi dia.
nah, udah rapi.
waktu Renjun balik badan ke arah lemari, tiba-tiba matanya langsung tertuju ke arah cermin yang kebetulan menghadap tepat ke arah laki-laki bulan maret itu. berhasil nampilin tubuh Renjun penuh dari kepala sampai kaki dengan kemeja Jaemin yang dia pegang tepat di depan dadanya, menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan kaos dalam dan celana pendek.
“menurut gue, lo pake kaos ato kemeja Jaemin doang ditambah celana pendek juga, gue yakin deh Jaemin pasti klepek-klepek.”
“ini kalo gue liat-liat, kayaknya bakalan cocok sih, kalo gue pa—”
sadar woy!
tersentak—lagi, untuk kesekian kalinya Renjun gelengin kepalanya ribut. kalo udah kayak gini, bukannya jadi Renjun yang keliatan lebih frustasi?
meski begitu, pada akhirnya. ahh bodo amat. kalo nggak dicoba nggak bakalan tau 'kan?
dan disinilah Renjun.
berdiri di depan counter table dengan setelan kemeja putih milik Jaemin dtambah celana pendek berwarna senada yang panjangnya hanya se-paha, tertutup oleh panjangnya kemeja—yang kalau dilihat sekilas juga Renjun bakal keliatan nggak pake celana.
udah. emang itu tujuan gue. puas?
Renjun hembusin nafas beratnya—lagi, tangannya yang dari tadi sibuk memotong sayur yang malam ini bakal dia makan sama Jaemin, dia pindahin ke ujung counter buat nopang berat tubuhnya.
“emang boleh ya, gue seniat ini buat ngegoda suami sendiri?”
sumpah.
belum pernah seumur hidup Renjun ngerasa se-desparate ini. apa lagi perkara nafsu sialan yang sejak awal nggak pernah ada dalam pikirannya kalau suatu hari dia bakalan butuh-butuh banget.
sejujurnya Renjun bukan orang yang cupu kalau soal kayak gini. beneran.
bohong kalau sebelum-sebelumnya Renjun nggak pernah begituan, Renjun nggak sekali dua kali pacaran, btw. jelas, hal itu nggak bisa dipungkiri karena sejujurnya ada kalanya Renjun juga perlu menuhin kebutuhannya sebagai seorang pria 'kan?
setelah hubungannya yang terakhir kali kandas sekitar ... satu atau dua tahun yang lalu mungkin, Renjun lupa, deh? laki-laki bulan maret ini, udah nggak pernah lagi tidur sama siapapun.
tadinya, Renjun fine-fine aja karena menurutnya, nggak ngewe nggak bikin mati, tuh.
tapi nih, ya, tapi. kenapa sekarang rasanya beneran mau mati?
Jaemin itu kenapa, sih?
ada yang salah kah sama Renjun sampai-sampai laki-laki nggak sedikit pun nafsu sama suaminya sendiri?
oh, ayolah. ini mulai nyebelin.
lagi—Renjun hembusin nafasnya yang udah kelewat berat sama beban pikirannya sendiri. dia raih gelas kosong yang nggak jauh dari tempatnya berdiri, kemudian beralih ke arah kulkas, menekan kran dispenser dari sana dengan gelas hingga benda itu penuh dengan air dingin.
emang butuh air kayaknya gue biar pikiran gue jernih, batinnya.
baru aja dua kali Renjun teguk air dari gelasnya itu, tiba-tiba bunyi dari smartlock pintunya yang dipencet dari luar, bikin Renjun cepat-cepat taruh gelasnya sembarangan di atas meja makan.
setengah tergesa, dia lari kecil ke arah counter table lagi, nggak lupa sambil ngelap sisa air dari bibirnya. dia raih pisau yang tadi sempat disimpan di atas counter, berusaha terlihat senatural mungkin meskipun jantungnya nggak tau kenapa tiba-tiba rasanya mau copot dari tempatnya.
apa lagi waktu suara Jaemin mulai terdengar mendekat, “Renjun?”
oh my God, kenapa juga dia jadi deg-deg-an gini perkara namanya dipanggil sama Jaemin doang?
“aku pulaaa—”
hening.
duh. tolong dong. itu Jaemin di belakangnya lagi ngapain, deh?
balik badan jangan?
takut.
Renjun takut.
takut sama pikirannya sendiri.
ini kalau dia balik badan buat sambut Jaemin dengan pakaian seperti ini, bakalan aneh nggak, sih?
ngomong anjing, Jaeminnn.
sial. niatnya buat ngegoda Jaemin tadi, sepertinya langsung hilang entah kemana. nyalinya sekarang ciut bukan main dikalahin sama rasa gugupnya yang luar biasa.
tapi, kalau Renjun nggak balik badan juga, dia nggak bakalan tau ekspresi Jaemin sekarang dong?
sedetik kemudian, Renjun berbalik. nggak lupa pasang wajah se-biasa mungkin sambil lempar senyum ke arah Jaemin.
“udah pulang?” tanyanya basa-basi sambil bergerak jalan ke arah Jaemin. matanya dia bawa mendarat tepat di mata Jaemin, nggak sedetik pun Renjun putusin pandangannya dengan suaminya itu, bahkan sampe kakinya berhenti di hadapan laki-laki itu.
hari ini, Renjun beneran udah bertekad. gimana pun caranya, pokoknya harus berhasil. titik.
tersadar, Jaemin yang matanya juga turut bekerja ngikutin gerakan Renjun ke arahnya, akhirnya berdeham buat nyadarin dirinya sendiri. dan pada detik berikutnya, dia ulas senyum sambil angguk-anggukin kepalanya. dia bawa turun tas kerjanya yang sedari tadi ditenteng, dibiarin tergeletak di lantai tanpa peduli apa saja yang ada di dalamnya mungkin bisa kena dampak akibat perbuatannya.
seluruh tubuh Jaemin bergerak tanpa memutus kontak matanya dengan Renjun, membuat gairah Renjun yang dia tahan sedari tadi kini nggak terbendung lagi.
sialan. kenapa tiba-tiba Jaemin jadi keliatan lebih seksi dari biasanya?
kaki Renjun mundur satu langkah, waktu Jaemin tiba-tiba codongin tubuhnya ke depan. melihat gerakan Renjun itu, Jaemin lipat dua tangannya di depan dada. secara perlahan dia bawa kakinya melangkah ke depan, seiring dengan gerakan mundur dari Renjun.
senyumnya yang mematikan, dari tadi nggak luput dari wajahnya, berhasil membuat Renjun merasa seolah-olah dicemooh hanya karena ditatap sedemikian rupa.
tapi, kenapa Renjun menikmatinya, ya?
sinting
Renjun benar-benar sinting. membayangkan kemana ini akan bermuara saja bisa membuat Renjun pening.
padahal yang mereka lakukan sekarang hanya saling bertatapan sambil berjalan perlahan, hingga tubuh Renjun berhenti sebab terhalang oleh meja makan di belakangnya.
oh no.
jantung Renjun mulai menggila. bulunya meremang waktu tangan kanan Jaemin mendarat di atas meja, menopang tubuhnya yang kini semakin dicodongkan ke depan membuat Renjun refleks mundurin tubuhnya.
Jaemin tarik satu sudut bibirnya sebelum akhirnya dia bawa matanya yang sejak tadi terkunci dengan mata Renjun, beralih memandang bibir lembab Renjun.
thanks to the water that Renjun had drunk earlier bibirnya keliatan basah mengkilap karenanya dan Jaemin sadar akan hal itu.
sedetik berikutnya, Jaemin majuin wajahnya, berhasil membuat Renjun menutup mata.
“Who do you look stunning for, sweetie?” bisik Jaemin tepat di telinga Renjun.
oh. ayolah. Renjun kira suaminya itu bakalan cium dia. buat apa coba dia tutup matanya? bikin malu.
tanpa sadar, Renjun hembusin nafas yang sempat dia tahan tadi.
sekarang pertanyaanya; udah berapa kali dia tahan nafas hari ini?
“hmm?” satu kening Jaemin terangkat, meminta jawaban.
fokus Renjun kembali teralih waktu dagunya ditarik lembut sama Jaemin, membawa mata Renjun kembali membalas tatapan suaminya.
sambil senyum, Renjun raih tangan Jaemin, dipindahin ke pipinya. “for my one and only husband, lah. buat siapa lagi?”
dan atas apa yang menjadi jawaban Renjun itu, Jaemin terkekeh dibuatnya.
“who's your husband, hmm?“
duh, bisa diem nggak?
Renjun 'kan jadi malu kalau harus menjawab pertanyaan sejelas itu.
tapi, nggak ayal, Renjun ikuti alur cerita yang sejak awal dia buat ini.
“of course you. Na Jaemin.” Renjun lingkarin tangannya ke belakang leher Jaemin.
“oh, so you're, Na Renjun?“
anjiiiiing.
Na apa katanya?
udah gilaaa.
bulu kuduk Renjun kembali meremang lebih hebat dari sebelumnya.
biasanya nih, ya. biasanya, kalau dalam keadaan biasa terus Jaemin bercanda menyebut nama Renjun sebagai Na Renjun, laki-laki bulan maret itu sudah pasti merinding kegelian dan pasti Jaemin bakalan kena gebukan maut dari guling kesayangan Renjun. tapi, sekarang sensasinya beda, cuy! malah nagih.
katakan Renjun sinting, Renjun nggak peduli lagi.
untuk itu, Renjun anggukin kepalanya mantap. “yes. i'm indeed Na Renjun.” tangannya beralih, jari telunjuknya mulai bermain-main dengan rambut Jaemin. “your husband.“
Jaemin terdiam dibuatnya. matanya terlihat bergerak gelisah, menelisik bibir merona Renjun sebelum pada akhirnya, sepersekian detik kemudian, Jaemin kikis jarak yang tersisa di antara keduanya.
bibirnya perlahan tertaut dengan bibir Renjun. ibu jari Jaemin, perlahan mengusap pipi Renjun dengan lembut, seiring dengan mulutnya yang perlahan terbuka memberi akses lebih ketika dirasanya Renjun mulai membalas. hingga keduanya saling mengulum bibir atas dan bawah secara bergantian.
ketika lidah Jaemin berhasil masuk hingga menyentuh lidah Renjun, tangan Jaemin seketika berpindah ke pinggang Renjun. digenggamnya pinggang ramping suaminya itu dengan kedua tangan dan tanpa melepas pagutan keduanya, Jaemin angkat tubuh Renjun sampai laki-laki itu terduduk di atas meja makan.
detak jantung Renjun makin gila dibuatnya. pagutan demi pagutan yang mulanya terasa lembut, kini berganti dengan hisapan-hisapan kasar. ruangan yang awalnya memang sepi, sudah terisi dengan suara bunyi kecipak yang dihasilin dari mulut keduanya, pun ditambah dengan suara desahan halus dari bibir Renjun yang tanpa bisa dia cegah, keluar dengan sendirinya.
Jaemin tarik wajahnya menjauh, melepas pagutannya dengan Renjun menyisakan benang saliva yang entah milik siapa. nafasnya terengah. matanya yang sejak tadi nggak luput dari bibir Renjun yang terlihat membengkak berkat ulahnya, dia bawa bergerak menelisik tubuh Renjun dari balik kemeja putih—yang Jaemin yakini adalah miliknya.
melihat gerakan mata Jaemin itu, Renjun rasanya seperti ditelanjangi.
oh, ayolah. Renjun sama sekali nggak bisa berpikir waras lagi. untuk itu, kali ini dia yang menginisiasi. Renjun kembali satukan bibirnya dengan bibir Jaemin, memperdalam ciuman keduanya, menuntut Jaemin untuk berbuat lebih.
dan waktu dirasanya kulit pada dadanya menghangat akibat tangan Jaemin baru saja mendarat di atasnya, Renjun meremang—lagi.
desahan kembali lolos dari bibir Renjun saat mulut Jaemin berpindah, dari bibir kini beralih bermain-main di atas permukaan kulit lehernya.
Disesapnya lembut leher suaminya yang jenjang itu, memberikan tanda kemerahan disana. sedang tangannya turut bekerja pada dada Renjun, jarinya bergerak membetuk gerakan melingkar pada putingnya, berhasil membuat Renjun menggeram akibat ulahnya.
waktu Jaemin kembali cium bibirnya, tangan Renjun nggak tinggal diam. dia bawa tangannya buat nyingkap jas kerja yang masih Jaemin kenakan, dibiarinnya jas itu jatuh di lantai. pun tangan Jaemin juga mulai berusaha membuka kancing kemeja Renjun tanpa sedetik pun melepas pagutannya.
finally! ini dia yang gue tung—
“oh. wow.”
deg
semuanya berhenti seketikka. rungu Renjun baru saja menangkap sebuah suara. sampai kesadarannya muncul seketika waktu matanya perlahan kebuka, menangkap sosok orang lain berdiri nggak jauh di belakang suaminya.
atas apa yang baru saja Renjun lihat, dengan cepat dia dorong tubuh Jaemin hingga menjauh.
“Lee Haechan?”
“oops. sorry, nggak sengaja.”
Jaemin yang masih membelakangi sosok yang baru aja disebut oleh Renjun itu, dengan santai merapikan kemejanya kemudian menarik tangan Renjun setelahnya. ditutupnya tubuh Renjun dengan tubuhnya, sengaja menghalangi pandangan Haechan dari tubuh Renjun yang kelihatan jelas berantakan.
“eh. lanjut aja nggak apa-apa,” kata Haechan dari balik punggung.
tanpa hirauin Haechan, Jaemin rapiin penampilan Renjun, dikaitin lagi kancing kemejanya seperti semula, kemudian dia raih jasnya dari lantai lalu dipakein ke Renjun buat nutupin tubuh suaminya dari kemeja tembus pandang yang malam itu Renjun kenakan.
tersenyum, Jaemin usap kepala Renjun. “sorry, gue lupa tadi ada setan ngikut kesini,” katanya setengah berbisik, tapi cukup kedengeran di telinga Haechan. “bener ternyata, kalau ada yang berduaan, pasti yang ketiganya setan, ya?”
“gue denger ya, anjing.”
sialan. gagal lagi dong misi gue kali ini?
** © beyellowed